"Plato tidak akan datang pada kita, jika saja tidak ada orang yang dengan ikhlas menggoreskan penanya pada ruas-ruas sejarah"

Minggu, 03 Februari 2008

artikel

HISTORIS HMI
(Perlukah ?)


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diprakarsai berdirinya oleh Lafran Pane (1922-1991) beserta empat belas pendiri lainnya di Yogyakarta 14 Rabiul awal 1366 - 5 Februari 1947. Merupakan peristiwa yang sudah lama terjadi, lebih dari setengah abad. Jika kita berbicara tentang sejarah, maka sengaja atau tidak akan timbul pertanyaan dalam benak kita. Mungkinkah kita mengetahui masa lalu? Sebuah bentuk ketidakyakinan kita terhadap sejarah atau yang disebut dengan skeptisisme historis. Hal ini timbul karena kesangsian dan keraguan terhadap masa lalu, apakah memang ada (F.R. Anskermit, refleksi tentang sejarah pendapat modern tentang filsafat sejarah, 1987) hal itu wajar karena kita tidak mengalami peristiwa secara langsung. Kita hanya mendengar cerita yang seringkali mengatakan,"katanya ……..,"atau "dulu, jaman saya……..", dan kata-kata lain yang kerap kali membuat kita berdecak kagum atas kehebatan atau kepiawaian tokoh-tokoh dalam cerita itu. Demikian halnya dengan decak kagum anggota terhadap tokoh-tokoh (alumni) HMI atau terharu dngan tokoh HMI yang menjadi buronan PKI atau keberhasilan alumni menjadi menteri, pejabat, politisi atau yang lain.
Selain timbul kesangsian cerita, disisi lain timbul motivasi dalam diri kita untuk menjadi seperti tokoh -tokoh yang diceritakan. Dengan kata lain kader HMI pun sebenarnya merasa bangga dengan keberadaan HMI kal itu. Karenanya ia berbangga pula atas pilihannya menjadi anggota HMI atau masuk HMI karena ‘dipaksa’ sekalipun. Rasa bangga (proud) anggota HMI pada kehebatan tokoh-tokohnya sama halnya dengan anak kecil yang bangga pada superman, Batman, Robocop dan lain-lain. Perbedaannya, anggota HMI masih mampu untuk menyadari bahwa keberhasilan tokoh-tokoh HMI adalah karena dirinya sendiri, bukan karena HMI. HMI hanya sebagai sarana atau alat untuk belajar saja.
Bagi HMI sendiri adalah wajar atau mungkin pula sudah seharusnya sejak berdiri hingga sekarang ini, HMI telah mendaulat dirinya sebagai organisasi kader, yaitu organisasi yang mengkhususkan diri dalam membentuk kader yang memiliki komitmen keumatan (keislaman) dan kebangsaan. Sebagai representasi dari kaum, intelektual muda yang masih minim jumlahnya waktu itu, peransertanya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan sangat dibutuhkan, baik bagi bangsa maupun masyarakat indonesia. Sehingga pendirian HMI sebagai organisasi kemahasiswaan pertama, banyak mengundang minat mahasiswa islam khususnya di indonesia. Selain itu, hebatnya tantangan eksternal organisasi ketika itu berdampak pada salah satunya adalah bertambahnya anggota.
Kisah-kisah sukses HMI pada masa-masa kritis di zaman Orde Lama telah menaikan ‘harga" politik dikalangan mahasiswa. HMI saat ini adalah eksponen penting dalam poros umat islam untuk menantang agitasi kaum komunis. Peran dan posisi yang dipilih HMI saat itu berimplikasi pada tingginya antusiasme mahasiswa untuk memilih HMI sebagai wadah pembinaan diri. Sekaliini adalah cerita seperti dipaparkan diatas.
Semua paparan diatas adalah cerita HMI dimasa lalu yang pernah didengar oleh mahasiswa atau yang sering didengar oleh anggota HMI. Namun semua cerita-cerita masalalu adalah tinggal cerita saja. HMI tidak akan menjadi besar kalau anggotanya hanya menjadi penikmatkeberhasilan dan kebesaran masa lalu. Jika terjadi seperti itu, maka anggota HMI hanya akan menjadi penghayal dan tentunya sudah menyimpang dari cita-cita dan fungsi HMI sebagai organisasi kader. Oleh karena itu yang menjadi kajian bagi anggota HMI, bukanlah masa-masa lalu yang kadang membuat anggota HMI terlena, karena kita tidak mungkin kembali kepada masa lalu. Seharusnya yang menjadi bahan kajian bagi kader-kader HMI tentang sejarah adalah masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian studi tentang HMI memuat tiga perputaran jaman yang berbeda, yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.
Memaparkan cerita atau sejarah masa lalu, seharusnya tidak semata-mata bernostalgia dengan romantisme sejarah yang penuh kehebatan, keemasan dan sikap puas diri.menelliti secara obyektif dan kritis masa lampau baik kesuksesan maupun berupa kesalahan, sekalipun kegagalan, untuk memperoleh ikhtiar sehingga dapat meneruskan dan mengembangkan pemikiran dan karya-karya yang pernah diraih, dan tidak mengulang kesalahan yang sama dan diorientasikan kedepan adalah tugas penting terhadap kajian masa lalu.
Kalian terhadap masa sekarang, dengan mencoba membandingkan kondisi sekarang dengan kondisi masa lalu, karena walau bagaimanapun kondisi masa lalu dan sekarang adalah sangat berbeda. Makla cerita kesuksesan dan kehebatan masa lalu jika diulang dengan cara yang sama pada masa sekarang ini, boleh jadi tidak akan sehebat dulu atau bahkan menjadi lebih buruk.
Sedangkan kajian untuk masa yang akan datang, denagn mengamati kondisi sekarang kemudian membandingkan dengan masa lalu, agar dapat menetapkan bagaimana HMI seharusnya. Semua ini berlaku pada HMI secara umum baik di PB, Cabang maupun komisariat.
Dari semua yang dipaparkan, mungkin satu hal yang akan tetap manjadi cita-cita bagi HMI, yaitu HMI akan selalu menjadi organisasi kader. Beberapa hal yang harus dipertahankan jika ingin tetap disebut sebagai organisasi kader, Ahmad Wahid, dalam bukunya ‘pergolakan pemikiran Islam’, terbitan LP3ES merumuskan 14 metode yang wajib dijalankan sebuah lembaga pengkaderan, salah satunya dan yang terpenting adalah ‘mendidik anggota yang sadar bukan penurut. Harus diakui perkaderan sekarang masih cenderung menghasilkan manusia-manusia yang tidak berkepribadian, dan kebanyakan kurang sadar akan apa yang sesungguhnya menjadi arah dari gerak organisasi. Pemimpin-pemimpin HMI lebih senang kalau dia bisa menjadi pemimpin dri orang-orang "mati". Mereka enggan atau gerah menjadi pemimpin dari manusia-manusia hidup yang suka melancarkan kritik’.
Gambaran diatas kiranya dapat menjadi sebuah bahan diskursus bagi kader-kader HMI yang peduli akan masa depan HMI. Karena aktifitas pngkaderan HMI dimulai dari dan lebih banyak berpusat di komisariat, jadi intensitas komisariat untuk bersentuhan langsung dengan anggota sangat tinggi, maka sudah sepatutnya diskursus ini dapat dimulai dari Komisariat. Di Komisariat hendaknya mulai diciptakan kultur diskusi dan dialog sebagai salah satu bentuk proses perkaderan tentang ke HMI-an.
Dialog dan diskusi ini tidak hanya dalam situasi formal sehingga terkesan sebagai suatu formalitas belaka, akan tetapi dalam situasi informal hendaknya mulai dikondisikan. Karena Komisariat merupakan tempat kader memulai prosesnya, maka menjadi tanggung jawab komisariat pula untuk menunjukkan bagaimana HMI seharusnya. Kader HMI yang seharusnya adalah kader HMI yang paripurna, bukan lagi kader HMI yang berbicara "memenangkan pemilu dikampus adalah dengan cara memperoleh suara terbanyak, oleh karena itu anggota HMI harus banyak dan siapapun boleh masuk dan tidak ada kualifiasi yang jelas", atau "mewarnai kehidupan kampus dengan menempatkan kader-kader HMI di intra kampus sebanyak-banyknya, tapi kalau kalah tidak lagi berperan sebagai fungsionaris intra kampus".
Persolan diatas hendaknya tidak lagi menjadi orientasi kader HMI. Karena sudah banyak kasus tentang kader-kader yang menjadi fungsionaris intra tidak berperan sebagai mana mestinya, atau kasus the wrong man on the right place. Tentunya kita tidak menginginkan hal itu terjadi terus-menerus di HMI. Tetapi bagaimana kader HMI mampu menjadi pemimpin bagi semua golongan, baik dikelompok mahasiswa maupun masyarakat. Inilah yang seharusnya menjadi bahan diskursus bagi HMI, demi masa depan HMI, bukannya selalu membangga-bangkan zaman keemasan masa lalu HMI tapi hanya mampu menjadi penghayal. Tokoh-tokoh HMI pada masa lalu adalah anak emas sejarah sekarang dan kader-kader HMI masa kini adalah anak emas sejarah di masa yang akan datang. Nah, mampukah kita sekarang ini membuat sejarah ? tentunya masing-masing kita dapat meranungkan dan menjawab persoalan itu.[]

comment